Mengamati Indonesia belakangan ini, sepertinya disibukkan banget oleh hiruk pikuk korupsi. Dari tertangkapnya dan berkicaunya Nazarudin sang mantan bendahara Demokrat, tertangkapnya mantan ibu Wakapolri Nunun Nurbeti yang ternyata doyan sekali “sakit” ini , hingga hasil infestigasi BPK tentang kaus Century yang sepertinya menggeliat lagi. Bahkan bagi para politisi penghuni senayan, mungkin ketiga hal ini yang menyedot hampir separoh lebih energi mereka akhir-akhir ini. Apalagi dengan gencarnya pemberitaan beberapa media televisi yang seolah berpacu dalam “terdepan mengabarkan dan diulang-ulang” , sunggguh jadi bumbu pelengkap sempurna yang menyedapkan. Mereka semua seolah larut dalam areal penegakan hukum versi masing-masing dari golongan mereka demi mencari “tertuduh” yang layak dikorbankan. Tentu alasan “kilse ” dari semua itu adalah pengembalian kembali uang milik negara .
Yach….uang milik negara memang wajib hukumnya untuk dikembalikan ke negara. Bagaimanapun caranya seharusnya “harus bisa” karena negara punya banyak perangkat dan instrument untuk melakukan itu semua. Namun faktanya ternyata perangkat dan instrument saja tidak cukup, tapi harus diimbangi dengan manajerial dan operator yang tidak hanya handal tapi juga harus BERMORAL.
Mengapa kata bermoral saya pertebal ? Sungguh mohon maaf . Tanpa ada maksud mendiskreditkan, tapi memang itulah fakta terlihat menurut saya. Hampir semua anggota dewan kita yang terhormat sudah tak terlihat lagi kehormatannya. Bahkan mungkin banyak dari kita yang bukan politisi merasa” neg” melihat tingkah polah mereka akhir-alkhir ini yang seolah-olah memperjuangkan kebenaran, padahal seseungguhnya mereka sedang mencari “pembenaran”. Begitu juga dengan moral kebanyakan perangkat hukum negara kita yang kian hari kian lupa sumpah dan janjinya sebagai anggota . Yang kebanyakan melulu ada di otak mereka adalah “bagaimana saya bisa selamat dan kantong saya tetap tebal”. Sungguh ,proses penegakan hukum di negara kita yang melibatkan “Orang-orang besar” , sepertinya sudah mencapai di titik nadir yang memprihatinkan.
Eh, kok saya jadi ngelantur kemana-mana. Padahal tujuan awal tulisan ini kan adalah pingin tahu kabar dari mantan Pangeran Cendana. Okey deh, kita kembali ke topik awal saja. Yach….Tommy Soeharto, mantan Pangeran Cendana yang dulu pemilik PT TPN itu. Gimana yach kabarnya ?Maksud saya sih bukan kabar orangnya, tapi kabar hutang-hutangnya pada Negara. Sudahkan terbayar semua ?
Kabar terahir yang saya dengar, dia sebagai pemilik PT.TPN telah dikejar oleh Sri Mulyani Indrawati , Menkeu kita saat itu . Dan Sang Pangeran ini harus menelan kekecewaan. Sebab Mahkamah Agung melalui putusannya tanggal 14 Juli 2010 akhirnya mengabulkan upaya hukum luar biasa yang dilakukan Depkeu terkait hutang PT. TPN ini. Nah masalahnya setelah setahun berlalu, kok belum ada yach tindakan selanjutnya dari Kejagung selaku pengacara negara atas putusan MA itu ?Mengapa belum ada tindakan penyitaan apapun yang dilakukan oleh perangkat negara beserta instrumentnya buat meminta kembali uang negara ? Emang susah meminta kembali uang negara dari mantan Sang Pangeran ? Susah yach untuk membuktikan bahwa asal muasal harta dan kekayaan mantan Sang pangeran itu sebenarnya dari korupsi uang Negara ?
Walah….padahal Tommy Soeharto hanyalah seorang mantan pangeran yang tak punya lagi beking politik kekuasaan. “Giginya” bisa dibilang sudah hilang. Tapi ternyata itupun sulit bagi Kejagung untuk membuktikan kalau Tommy terlibat KKN ketika masa rezim Orba berkuasa. Nah….akhirnya timbul pertanyaan saya, Kalau sama “mantan” aja susah, apalagi berurusan sama mereka-mereka yang kini tengah dalam lingkaran politik kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif ? (sumber;kompas)
Yach….uang milik negara memang wajib hukumnya untuk dikembalikan ke negara. Bagaimanapun caranya seharusnya “harus bisa” karena negara punya banyak perangkat dan instrument untuk melakukan itu semua. Namun faktanya ternyata perangkat dan instrument saja tidak cukup, tapi harus diimbangi dengan manajerial dan operator yang tidak hanya handal tapi juga harus BERMORAL.
Mengapa kata bermoral saya pertebal ? Sungguh mohon maaf . Tanpa ada maksud mendiskreditkan, tapi memang itulah fakta terlihat menurut saya. Hampir semua anggota dewan kita yang terhormat sudah tak terlihat lagi kehormatannya. Bahkan mungkin banyak dari kita yang bukan politisi merasa” neg” melihat tingkah polah mereka akhir-alkhir ini yang seolah-olah memperjuangkan kebenaran, padahal seseungguhnya mereka sedang mencari “pembenaran”. Begitu juga dengan moral kebanyakan perangkat hukum negara kita yang kian hari kian lupa sumpah dan janjinya sebagai anggota . Yang kebanyakan melulu ada di otak mereka adalah “bagaimana saya bisa selamat dan kantong saya tetap tebal”. Sungguh ,proses penegakan hukum di negara kita yang melibatkan “Orang-orang besar” , sepertinya sudah mencapai di titik nadir yang memprihatinkan.
Eh, kok saya jadi ngelantur kemana-mana. Padahal tujuan awal tulisan ini kan adalah pingin tahu kabar dari mantan Pangeran Cendana. Okey deh, kita kembali ke topik awal saja. Yach….Tommy Soeharto, mantan Pangeran Cendana yang dulu pemilik PT TPN itu. Gimana yach kabarnya ?Maksud saya sih bukan kabar orangnya, tapi kabar hutang-hutangnya pada Negara. Sudahkan terbayar semua ?
Kabar terahir yang saya dengar, dia sebagai pemilik PT.TPN telah dikejar oleh Sri Mulyani Indrawati , Menkeu kita saat itu . Dan Sang Pangeran ini harus menelan kekecewaan. Sebab Mahkamah Agung melalui putusannya tanggal 14 Juli 2010 akhirnya mengabulkan upaya hukum luar biasa yang dilakukan Depkeu terkait hutang PT. TPN ini. Nah masalahnya setelah setahun berlalu, kok belum ada yach tindakan selanjutnya dari Kejagung selaku pengacara negara atas putusan MA itu ?Mengapa belum ada tindakan penyitaan apapun yang dilakukan oleh perangkat negara beserta instrumentnya buat meminta kembali uang negara ? Emang susah meminta kembali uang negara dari mantan Sang Pangeran ? Susah yach untuk membuktikan bahwa asal muasal harta dan kekayaan mantan Sang pangeran itu sebenarnya dari korupsi uang Negara ?
Walah….padahal Tommy Soeharto hanyalah seorang mantan pangeran yang tak punya lagi beking politik kekuasaan. “Giginya” bisa dibilang sudah hilang. Tapi ternyata itupun sulit bagi Kejagung untuk membuktikan kalau Tommy terlibat KKN ketika masa rezim Orba berkuasa. Nah….akhirnya timbul pertanyaan saya, Kalau sama “mantan” aja susah, apalagi berurusan sama mereka-mereka yang kini tengah dalam lingkaran politik kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif ? (sumber;kompas)
0 komentar:
Posting Komentar