Upaya revitalisasi (pembuatan kembali) songket kuno Minangkabau yang dilakukan sejumlah budayawan, seniman, dan penenun di Sumatera Barat, terhambat mahalnya harga benang impor. Padahal dalam setiap motif tenunan kuno itu terkandung makna filosofis yang tersurat, tersirat, dan tersuruk atau tersembunyi tentang kehidupan manusia. Direktur Studio Songket Erika Rianti, Nanda Wirawan, Jumat (30/9/2011), di Jorong Panca, Nagari Batu Taba, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, mengatakan, harga benang mahal karena tingginya tarif cukai yang dikenakan.
Studio Songket Erika Rianti yang berada Sumbar adalah satu-satunya lembaga yang melakukan revitalisasi songket kuno Minangkabau.
Nanda mengatakan, besaran cukai impor benang emas dari India itu cukup memberatkan, terutama bagi penenun yang tidak memiliki angka pengenal impor.
"Dulu waktu kami belum punya angka pengenal impor, misalnya saja untuk benang yang harganya Rp 2,8 juta, harus membayar total termasuk jasa kepada pemilik angka pengenal impor sebesar Rp 4,2 juta," katanya.
Menurut Nanda, sejak tahun 2006 Studio Songket Erika Rianti sudah memiliki angka pengenal impor, dan memasukkan langsung benang emas bahan baku itu dari India. Namun tarif cukai dirasakan masih terlalu mahal, mengingat upaya revitalisasi yang relatif sulit dilakukan.
"Seharusnya untuk produk yang memiliki nilai budaya dikurangi atau bahkan dibebaskan dari cukai. Karena para perajin yang menghidupkan aktivitas tenun kurang mendapat perhatian pemerintah," ujar Nanda.
Nanda menambahkan, selain benang emas kini pihaknya juga kesulitan mendapatkan benang sutera yang sebagian besar diperoleh dari produsen di Bandung. Kelangkaan itu membuat dia harus memesan benang sutera setidaknya sejak dua bulan sebelumnya.
Hal itu diperburuk dengan kualitas benang sutera yang makin rendah. Nanda mengatakan, jika sebelumnya hanya membutuhkan dua kali pencelupan warna untuk menghasilkan efek tertentu, kini butuh sedikitnya enam kali proses pencelupan untuk menghasilkan efek sama.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar, Afriadi Laudin, pada hari yang sama mengatakan, tarif cukai sepenuhnya menjadi kewenangan Kantor Bea dan Cukai. Namun ia mengatakan siap mendukung permintaan dispensasi atau pengurangan cukai bagi penenun.
0 komentar:
Posting Komentar