Sabtu, 12 November 2011

"Mengatasi Kemiskinan" Ala Mahasiswa Biasa

Tuhan tidak memberikan beban diluar kesanggupan manusia…
Mahasiswa, sebagai salah satu tulang punggung harapan bangsa tentu menjadi salah satu pihak yang paling diharapkan kiprahnya dalam mengatasi masalah kemiskinan. Selain mengandalkan aspek intelektual, jiwa sosial, kepekaan, dan sikap aktif inisiatif juga menjadi kunci bagi mahasiswa berkontribusi mengentaskan kemiskinan. Hanya saja, kecenderungan umum yang kerap menjadi salah kaprah bagi mahasiswa adalah idealismenya yang terlalu tinggi dan menerawang ke atas. Mahasiswa sering merasa cukup jika sudah melakukan demonstrasi yang isinya hanya mengkritik dan menuntut perbaikan kondisi rakyat jelata kepada pemerintah. Alih-alih melakukan aksi yang lebih riil, mahasiswa lebih senang unjuk diri di jalan-jalan sambil membawa poster buatan sendiri yang kadang awut-awutan. Sebenarnya aksi semacam itu tidak salah, tetapi menjadi kurang bernilai jika mahasiswa itu sendiri tidak berupaya melakukan sesuatu yang langsung menyentuh kelompok masyarakat miskin. Apalagi demonstrasi yang dilakukan kerap kali terkesan dipaksakan dan seadanya. Bagaimanapun juga, bentuk sumbangsih yang bisa mahasiswa lakukan sangat banyak dan bisa lebih baik dari itu
Salah satu cara mahasiswa turut berkontribusi dalam melawan kemiskinan adalah dengan mendekati lembaga-lembaga penghimpun dan penyalur zakat. Saat ini, sudah banyak lembaga-lembaga zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) yang berdiri di Indonesia. Kehadiran mereka tentu menjadi angin segar bagi percepatan pengentasan kemiskinan dengan programnya masing-masing. Ada lembaga ZIS yang fokus pada pemberian beasiswa bagi anak sekolah kurang mampu, ada yang sasaran utamanya anak-anak yatim, ada yang programnya lebih ke arah pemberdayaan, dan lain sebagainya. Keanekaragaman lembaga ZIS tersebut, diharapkan akan dapat mempercepat pendistribusian zakat dan pemerataan sebarannya karena tidak “dimonopoli” oleh satu atau sedikit lembaga. Meskipun masih belum mampu menjangkau seluruh masyarakat miskin, namun kehadiran lembaga-lembaga ZIS yang semakin berkembang pesat patut mendapat apresiasi.
Peran mahasiswa, diantaranya adalah mengarahkan lembaga ZIS tersebut agar memberikan bantuan kepada masyarakat miskin di daerah A misalnya, yang selama ini memang belum tersentuh atau bisa juga mengalami situasi tiba-tiba sehingga jatuh miskin. Keberadaan lembaga ZIS yang beraneka ragam menyebabkan pendistribusian zakat menjadi tidak merata, maka mahasiswa dapat berperan sebagai pemberi informasi rekomendasi kepada lembaga ZIS mengenai lokasi pendistribusian zakat. Akan lebih baik jika mahasiswa dapat berkontribusi dengan menjadi karyawan atau relawan di dalamnya, sehingga memiliki pengalaman empirik dalam menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan zakat. Lebih dari itu, ada baiknya mahasiswa mencoba menjadi inisiator bagi suatu forum silaturahmi antar lembaga-lembaga ZIS. Tujuan daripada itu, terutama agar dapat saling berkoordinasi untuk meminimalisir penumpukan distribusi ZIS di wilayah atau struktur masyarakat miskin tertentu. Mahasiswa dapat menggagas itu melalui misalnya mengadakan seminar tentang kemiskinan, forum diskusi, atau sekadar lesehan bersama dengan mengundang tokoh-tokoh atau pimpinan lembaga-lembaga ZIS tersebut.
Sekali waktu, aksi massal turun ke jalan yang diikuti mahasiswa dan lembaga-lembaga ZIS secara bersama-sama perlu dilakukan. Bukan berarti lembaga ZIS berububah menjadi berorientasi politik, melainkan aksi tersebut lebih sekadar bersifat shock therapy kepada pemerintah agar lebih serius dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan. Untuk itu, aksi tersebut mengambil tempat di kantor pemerintah yang berhubungan dengan penanganan masalah kemiskinan. Jika dipandang terlalu demonstratif, bisa disiasati dengan model audiensi kepada lembaga atau tokoh yang benar-benar berkecimpung di bidang kesejahteraan rakyat. Jika waria dan pelacur yang tidak segan melakukan demonstrasi menuntut status legalitas demi mengisi perut merek, maka apa salahnya jika lembaga ZIS dan mahasiswa yang memiliki cita-cita mulia mengentaskan kemiskinan sekali waktu tampil menyampaikan aspirasinya secara massif dan terbuka?
Bagi mahasiswa yang tidak menjadi aktivis atau bukan tipe mahasiswa organisatoris, peran mereka dalam mengentaskan kemiskinan adalah dengan memainkan wacana. Bentuknya yang paling mudah yaitu menulis artikel bertemakan kemiskinan di media cetak, baik itu media kampus maupun di media cetak pada umumnya. Tulisan bisa mengangkat kenyataan yang belum diketahui banyak orang, semisal potret kemiskinan di daerah X dan sebagainya. Bisa juga sebagai counter wacana, misalnya penurunan angka kemiskinan bukan berarti pemerintah boleh mengendorkan program-program pengentasan kemiskinan. Meskipun terkesan sepele, jika tulisan bertema kemiskinan itu dibaca banyak orang setidaknya akan masuk ke memori otak pembaca. Memori tersebut akan tersimpan dan secara sadar atau tidak sadar dapat mengubah perilaku pembaca yang semula antipasti menjadi lebih peduli terhadap kemiskinan. Output yang terjadi mungkin saja pembaca yang semula enggan akan mau mengeluarkan zakat, berinfak, atau bersedekah. Menulis artikel meski terkesan sepele tetapi tidak bisa dianggap remeh.
Yang tidak boleh dilupakan, mahasiswa, entah itu yang aktif berorganisasi atau mengikuti kegiatan ekstra kampus maupun yang tidak pasti memiliki teman sepermainan. Ikatan solidaritas dalam jaringan pertemanan biasanya cukup kuat. Sangat disayangkan apabila hal itu tidak dimanfaatkan kepada aktivitas kebaikan. Bagi mahasiswa yang tinggal di kos, mengadakan bakti sosial yang diikuti rekan-rekan satu kos dapat menjadi sarana menumbuhkan empati. Mungkin untuk kali pertama memang dibutuhkan kesadaran dan keberanian, tetapi jika sekali sudah berjalan maka bisa jadi itu akan menjadi agenda rutin. Bagi mahasiswa yang berkecimpung di organisasi atau kegiatan ekstra kampus, mengadakan acara bakti sosial akan lebih mudah dilakukan, entah itu mengatasnamakan organisasi atau secara informal. Adapun bagi mahasiswa pada umumnya, mengajak teman-teman untuk membantu si A, atau membantu warga di daerah B yang sedang kekurangan seharusnya bukan hal yang sulit. Solidaritas ini biasanya akan tampak jika terjadi suatu bencana alam. Yang terjadi adalah mahasiswa saling berlomba-lomba untuk memberikan bantuan. Maka tinggal bagaimana potensi solidaritas sosial yang tinggi itu diarahkan, bahwa selain bencana alam ada problem riil di sekitar kita bernama kemiskinan. Dengan paparan yang meyakinkan dan benar adanya, teman-teman kita sesama mahasiswa akan tergerak hatinya untuk turut membantu sesuai kemampuannya. Artinya, mengajak teman-teman untuk peduli sebenarnya cukup mudah. Tinggal keberanian dan kemauan dalam merencanakannya.
Paparan di atas mungkin kurang fundamental baik dari sisi peran ideal mahasiswa maupun perubahan secara radikal masyarakat miskin menjadi sejahtera. Tetapi, melakukan salah satu dari hal di atas, dan tentu saja hal-hal lain yang belum terungkap di sini setidaknya akan lebih memberi arti bagi mereka yang keadaannya belum seberuntung kita. Mari membantu semampu kita!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons