Sabtu, 31 Maret 2012

Dolly, Membedah Dunia Pelacuran Surabaya

Di Semarang ada Sunan Kuning. Di Jakarta ada Kramat Tunggak. Di Yogya ada Sarkem. Hampir di setiap kota ada kompleks lokalisasi. Tapi mungkin tak ada yang semasyhur dan sefenomenal Dolly di Surabaya. Dolly adalah ‘safety tank’-nya kota Surabaya. Sebagaimana fungsinya, safety tank menghimpun dan mengelola ‘bau busuk’ di satu wadah saja dan tak membiarkannya menyebar ke mana-mana.


Mau tau Dolly? Silahkan datang ke sana, karena konon sekadar jalan-jalan dan melihat-lihat saja bisa. Dari balik kaca kita bisa menyaksikan para perempuan pekerja seks menjajakan dirinya.


Tapi mau tahu bagaimana Dolly 30 tahun lalu, bacalah buku ini! Ini bukan buku mengenai sejarah Dolly. Buku ini pada dasarnya adalah kajian sosiologis mengenai Dolly, kompleks dunia pelacuran di Surabaya, yang dilakukan pada awal 1980an. Karena itu, buku ini, kini statusnya telah menjadi buku sejarah: sejarah dolly.


Boleh jadi inilah buku yang paling lengkap pada zamannya mengenai Dolly khususnya dan kompleks dunia pelacuran umumnya. Awalnya adalah sebuah skripsi dari Tjahjo Purnomo di FIP Unair Surabaya. Zaman itu konon jarang sekali sebuah skripsi diterbitkan, maka dengan itu, buku ini fenomenal di dalamnya karena berasal dari sebuah skripsi mahasiswa S1.


Tapi kalau kita membacanya, kita mungkin akan kaget luar biasa karena kualitasnya bisa dikatakan setara, bahkan mungkin melebihi, karya disertasi. Catat saja, kajian ini menghadirkan 72 tabel, yang saya kira akan terus menjadi perbandingan historis untuk melihat Dolly di masa kini, atau kompleks pelacuran sejenis, di tempat lain. Barangkali penting diingat peran Ashadi Siregar, novelis dan ahli komunikasi UGM, yang melalui ‘kerja penyuntingan’nya membuat buku ini lebih dari sekadar buku! Ya buku ini memang sebuah kajian tentang Dolly dan para penghuninya: pelacur, germo, preman, dan lainnya.


Kita memang tidak menemukan foto-foto dokumentasi di dalam buku ini. Kamera jelas masih merupakan barang langka dan tidak murah kala itu. Tetapi yang utama, mungkin memang tidak mudah juga untuk memotret. Tapi bekerjasama dengan penerbit buku ini, mereka menghadirkan sejumlah sketsa bagaimana ruang, gaya, cara berpakaian, pola duduk, dan lain-lain saat itu.


Setelah terbit pada tahun 1983, buku ini di tahun-tahun kemudian sempat dicetak beberapa kali lagi, karena besarnya minat pembaca. Sekali lagi buku ini telah menjadi laporan sejarah yang penting bagaimana kompleks Dolly, yang diambil dari nama germo perintisnya, Dolly, dan dikembangkan dari sebuah area pemakaman, menjelma sebagai ‘trade mark’ sebuah kota.ian

SUMBER


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons